Mengupas Tuntas Pengertian Cinta dan Aspek-aspek Love Relationship Menurut Para Ahli
Daftar Isi
Love Relationship (Teori Cinta) |
Baca juga: Tips Penyesuaian Diri dalam Ilmu Psikologi
Love Relationship
Pengertian Cinta
Mencintai lebih kompleks Mendefinisikan cinta adalah tugas yang sulit (Master, dkk., dalam Saragih dan Irmawati, 2005). Mencintai lebih kompleks dibandingkan menyukai, sehingga lebih sulit untuk diukur, lebih membingungkan untuk diteliti. Orang mendambakannya, hidup untuknya, mati untuknya. Namun hanya dalam beberapa dekade ini, mencintai menjadi sebuah topik yang serius dalam psikologi sosial (Myres, 2012).“base and vile, holding no quantity, Love can transform to form and dignity, Love looks not with the eyes, but with the mind, And therefore is winged Cupid painted blind” Shakespeare (2013).
Yaitu cinta adalah dasar dari segalanya dan bersifat keji, tidak memiliki kuantitas, Cinta dapat mengubah, membentuk, dan meninggikan martabat, Cinta tidak dilihat dengan mata, tetapi dengan pikiran, dan karena itu patung Cupid yang dilambangkan sebagai dewa cinta pada bagian mata ia digambarkan buta. Sedangkan menurut Paul Webster (dalam Myers, 2012) mengatakan cinta adalah cara alam dalam memberikan alasan untuk hidup. Menurut Braxton Davis (2010):
“Love is a universal emotion that has become the basis of marriage and family for may socialies, which researches continue to explore”.
Maksudnya cinta adalah emosi umum yang bisa berasal dari pernikahan dan keluarga atau bisa dari lingkungan, dimana selalu menjadi penelitian yang terus berkelanjutan.
Secara sosial, cinta merupakan salah satu bentuk emosi yang paling fenomenal karena kekuatan dan kehebatannya dalam menggerakkan pikiran, emosi, dan perilaku kita. Kekuatan cinta sangat dahsyat. Ia menginspirasi banyak orang untuk berkarya dan berprestasi (Rahman, 2014). Agama islam baginya hierarki cinta yang paling puncak adalah cinta kepada Allah SWT, sedangkan cinta-cinta kepada yang selainnya berada di bawahnya (QS. Al-Baqarah [2]:165).
Sedangkan menurut Fromm (dalam Wisnuwardhani dan Mashoedi, 2012) mengatakan bahwa cinta adalah tindakan dan merupakan kekuatan manusia yang diwujudkan dalam kebebasan yang mengandung arti bahwa cinta hadir tanpa adanya paksaan. Cinta adalah aktivitas bukan afek pasif. Cinta selalu bersifat standing in dan bukan falling for yang artinya cinta dapat dijabarkan dalam bentuk memberi dan bukannya menerima. Memberi lebih menyenangkan karena perilaku memberi menunjukkan ekspresi bahwa saya benar-benar hidup “the expression of my aliveness”.
Pendapat lain yang mendukung pernyataan di atas yaitu dari Johnson (dalam Myers. 2012) mengatakan cinta adalah kepentingan diri yang paling halus.
Sedangkan menurut Al Ghazali (2008) , al hub atau cinta merupakan ungkapan yang menggambarkan kecendrungan hati kepada sesuatu yang menyenangkan, jika cinta tersebut semakin mendalam akan muncul isyqun atau perasaan rindu. Orang yang dilanda isyqun akan menunjukkan keterikatan pada sesuatu yang dicintainya, dan akan relatif mengorbankan apa pun yang dimilikinya. Cinta sejati itu memiliki tiga karakteristik: lebih suka perkataan kekasihnya daripada perkataan kekasihnya daripada bersama orang lain, dan lebih memilih keridhaan kekasihnya daripada keridhaan orang lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa cinta memiliki pengaruh yang luar biasa bagi orang yang mengalaminya.
Byron Well (dalam Wisnuwardhani dan Mashoedi, 2012) mengatakan cinta dalam kehidupan merupakan dua hal yang terpisah bagi laki-laki. Berbeda dengan perempuan, cinta merupakan lambang dari keberadaan secara utuh.
Pendapat di atas juga di dukung oleh Dion & Dion (dalam Myers, 2012) bahwa para pria juga terlihat lebih lambat jatuh cinta dibandingkan wanita, dan agaknya mereka lebih sedikit mengalami patah hati sebelum menikah. Saat merasakan cinta, bagaimanapun, para wanita secara umum melibatkan perasaannya terhadap pasangannya, atau lebih dari itu. Mereka sepertinya lebih untuk menyampaikan perasaan sangat riang dan pusing tanpa kerisauan.
Nietzsche dalam bukunya The Gay (dalam Wisnuwardhani dan Mashoedi, 2012) mengungkapkan pemahaman serupa tentang perempuan dan cinta, yaitu pemahaman bahwa bagi perempuan, cinta tidak hanya selalu tentang pengabdian, namun juga menyerahkan seluruh jiwa raganya dengan tanpa syarat dan tidak mengharapkan penghargaan apapun. Cinta yang demikian dikatakan sebagai cinta tanpa syarat, sehingga membuat cinta itu menjadi sebuah keyakinan yang ia miliki. Berbeda dengan konsep cinta seorang laki-laki pada saat ia mencintai seorang perempuan di mana keinginan seorang laki-laki adalah agar perempuan tersebut mencintainya. Sehingga sebagai laki-laki, ia tidak harus selalu mengungkapkan perasaannya, terlihat tidak menuntut, dan tidak berlari mencari si perempuan. Seorang lelaki bukanlah laki-laki jika ia mempunyai keinginan untuk menyerahkan dirinya pada cinta.
Pendapat tersebut di dukung oleh Sauvage (dalam Freud, dkk, 2009) bahwa sebuah hukum alam menyatakan bahwa perempuan harus melupakan kepribadiannya ketika ia jatuh cinta. Sedangkan menurut Hendrick dan Hendrick (dalam Saragih, 2006) tidak ada satupun fenomena yang dapat menggambarkan bagaimana itu cinta, pada akhirnya cinta merupakan seperangkat keadaan emosional dan mental yang kompleks.
Dasarnya tipe-tipe cinta yang dialami masing-masing individu berbeda-beda bentuknya dan berbeda-beda pula kualitasnya. Menurut Rubin (dalam Saragih, 2006) cinta itu adalah suatu sikap yang diarahkan seseorang terhadap orang lain yang dianggap istimewa, yang mempengaruhi cara berfikir, merasa, dan bertingkah laku.
Berdasarkan definisi-definisi yang disebutkan, maka dapat disimpulkan cinta adalah seperangkat keadaan emosional dan mental yang kompleks yang mempengaruhi cara berfikir, perasaan, dan tingkah laku seseorang.
Aspek-aspek Cinta
Aspek-aspek cinta yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada teori yang di kemukakan Stenberg (dalam Wisnuwardhani dan Mashoedi, 2012) dengan bukunya tentang Triangular Theory of Love atau yang biasa dimaknai dengan Segitiga cinta Stenberg menunjukkan bahwa ternyata cinta memiliki tiga dimensi, yakni intimacy, passion, dan decision atau commitment.1) Intimacy (Keintiman)
Dimensi ini tertuju pada kedekatan perasaan antara dua orang dan kekuatan yang mengikat mereka untuk bersama. Sebuah hubungan akan mencapai keintiman emosional saat kedua belah pihak saling mengerti, terbuka, dan saling mendukung, dan dapat berbicara apapun tanpa merasa takut ditolak. Mereka mampu untuk saling memaafkan dan menerima, khususnya ketika mereka tidak sependapat atau berbuat kesalahan.Keintiman adalah suatu konsep yang mengacu pada perasaan kedekatan atau perasaan keterhubungan di antara dua orang. Perasaan-perasaan itu seperti fenomena seseorang memikirkan kesejahteraan orang lain, dan kemampuan berbbagi (sharing) dengan orang lain, dalam keintiman orang yang melakukan interaksi sosial pada suatu hubungan cinta menjadi saling memahami di antara kedua belah pihak dan terdapat fenomena kehangatan afeksi di antara kedua belah pihak (Baumgardner & Clothers dalam Hanurawan, 2012).
Sementara menurut Stenberg (dalam Saragih, 2006), keintiman itu sendiri merupakan komponen emosi yang didalamnya terdapat kehangatan, kepercayaan, dan keinginan untuk membina hubungan. Ciri-cirinya antara lain adalah adanya perasaan kedekatan dengan seseorang, senang berbincang-bincang dengannya dalam waktu lama, merasa rindu bila lama tidak bertemu dan ada keinginan untuk saling bergandengan tangan atau merangkul bahu.
Stenberg (dalam Saragih, 2006) mengatakan komponen keintiman sendiri setidaknya memuat sepuluh elemen yaitu:
a) Keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan orang yang dicintai
Seseorang akan memperhatikan kesejahteraan dari orang yang dicintainya dan kemudian meningkatkan kesejahteraannya, kadang-kadang ada harapan yang muncul bahwa perbuatan itu akan mendapatkan balasan.b) Mengalami kebahagiaan dengan orang yang dicintai
Seseorang akan menikmati kegiatan yang dijalankan dengan pasangannya, ketika mereka melakukan kegiatan itu bersama-sama mereka akan menikmatinya dan membentuk kenangan-kenangan yang mungkin akan mereka ingat pada masa-masa sulit dikemudian harinya.c) Menempatkan orang yang dicintai dalam penghargaan yang tinggi
Seseorang akan menghargai dan menghormati orang yang dicintainya. Walaupun ada kekurangan dan cacat pada diri orang yang dicintainya tersebut, tidak akan mengurangi penghargaan yang diberikan.d) Mampu bergantung pada orang yang dicintai ketika dibutuhkan
Seseorang akan merasakan bahwa pasangannya ada ketika ia membutuhkan, ketika ia membutuhkan pasangannya ia dapat memanggilnya dan berharap pasangannya akan segera datang.e) Saling memahami satu sama lain
Memiliki pemahaman yang saling menguntungkan dengan pasangannya, pasangan akan saling mengerti satu sama lain. Mereka memahami kelebihan dan kekurangan pasangannya dan bagaimana merespon terhadap kekurangan dan kelebihan tersebut. Mampu memberikan empati pada kondisi emosi pasangannya.f) Saling berbagi hak milik dengan orang yang dicintai
Seseorang mampu memberikan dirinya dan waktunya, seperti juga barang-barang yang dimilikinya kepada pasangannya. Bahkan mereka juga saling berbagi kekayaan dan yang lebih penting mereka saling berbagi dirinya sendiri.g) Menerima dukungan emosi dari pasangannya
Seseorang akan merasa didukung oleh pasangannya terutama pada saat dibutuhkan.h) Memberikan dukungan emosi pada orang yang dicintainya
Seseorang akan mendukung pasangannya dengan cara memberi empati dan dukungan emosional pada saat-saat dibutuhkan.i) Berkomunikasi dengan intim terhadap pasangannya
Seseorang mampu berkomunikasi dengan intens dan jujur terhadap pasangannya, berbagi perasaan-perasaan paling dalam.j) Menghargai orang yang dicintai
Seseorang merasa betapa pentingnya keberadaan orang yang dicintainya tersebut dalam kehidupannya.2) Passion (Gairah)
Dimensi passion menekankan pada intensnya perasaan dan keterbangkitan yang muncul dari daya tarik fisik dan daya tarik seksual. Jenis cinta ini seseorang mengalami ketertarikan fisik secara nyata, selalu memikirkan orang yang dicintainya sepanjang waktu, melakukan kontak mata secara intens saat bertemu, mengalami perasaan indah seperti melambung ke awan, mengagumi dan terpesona dengan pasangan, detak jantung meningkat, mengalami perasaan sejahtera, ingin selalu bersama yang dicintai, memiliki energi yang besar untuk melakukan sesuatu demi pasangan mereka, merasakan adanya kesamaan dalam banyak hal, dan tentu saja merasa sangat bahagia (Wisnuwardhani dan Mashoedi, 2012).Komponen gairah dikatakan oleh Eaine Hatfield dan Wastler (dalam Saragih, 2006) sebagai keadaan kepemilikan dan bersatu dengan orang yang dicintai. Gairah adalah ekspresi dari hasrat dan kebutuhan seperti harga diri, kasih sayang, dominasi, nurturance dan kebutuhan seksual. Derajat kekuatan dari kebutuhan-kebutuhan ini bervariasi tergantung pada jenis individunya, situasi dan jenis hubungan dari kebutuhan yang dijalani. Gairah dalam cinta cenderung berinteraksi dengan keintiman bahkan saling mendukung satu sama lain, bahkan kadang-kadang gairah dapat dibangkitkan melalui keintiman. Beberapa jenis hubungan yang melibatkan lawan jenis, komponen gairah ini akan muncul dengan cepat dan keintiman akan mengikuti kemudian.
Gairah dalam suatu hubungan mungkin adalah hal yang pertama sekali muncul, tetapi keintiman akan membantu dalam memperkuat hubungan tersebut. Beberapa jenis hubungan di dalamnya, gairah akan muncul belakangan setelah munculnya keintiman. Ada pula jenis hubungan dimana gairah dan keintiman saling berlawanan. Misalnya dalam hubungan prostitusi, seseorang mungkin mencari pemenuhan akan kebutuhan gairahnya, namun hal tersebut meminimalisasi keintiman.
Kebanyakan orang menganggap gairah adalah hal-hal yang berhubungan dengan seksual. Tetapi setiap keterbangkitan psikofisiologis dapat dikatakan sebagai pengalaman gairah. Misalnya, individu dengan kebutuhan kasih sayang yang tinggi mungkin akan mendapat pengalaman gairah dengan orang yang memberikan kasih sayang tersebut.
3) Decision atau Commitment (Komitmen)
Dimensi ini adalah suatu keadaam dimana seseorang berkeputusan untuk tetap bersama dengan seorang pasangan dalam hidupnya. Komitmen dapat bermakna mencurahkan perhatian, melakukan sesuatu untuk menjaga suatu hubungan tetap langgeng, melindungi hubungan tersebut dari bahaya, dan memperbaiki bila hubungan dalam keadaan kritis. Dimensi ini adalah dimensi dimana seseorang atau individu mulai memikirkan tentang pernikahan. Alasan utama untuk melakukan pernikahan adalah karena adanya cinta dan komitmen yang dibagi bersama pasangan.Pasangan memiliki hasrat untuk membagi dirinya dalam hubungan yang berlanjut dan hangat (Turner & Helms dalam Wisnuwardhani dan Mashoedi, 2012). komitmen sendiri mempunyai dua aspek, jangka pendek dan jangka panjang. Aspek jangka pendek adalah keputusan untuk mencintai seseorang. Sedangkan keputusan jangka panjang adalah untuk mempertahankan hubungan cinta tersebut. Kedua aspek ini tidak harus dialami bersama-sama. Keputusan untuk mencintai belum tentu mengakibatkan munculnya keinginan untuk mempertahankan hubungan.
Beberapa orang berkomitmen untuk mencintai orang lain tanpa pernah ada pengakuan atas cinta mereka. Seringkali yang terjadi adalah komitmen muncul secara temporer dan karena adanya pemikiran logis. Oleh sebab itu, lembaga perkawinan adalah sebagai representasi legalisasi adanya komitmen untuk memutuskan mencintai seseorang sepanjang hidupnya. Komitmen lah yang dapat mempertahankan suatu hubungan cinta pada saat hubungan tersebut mengalami pasang surut. Komponen ini sangat penting untuk melalui masa-masa yang sulit dan mencapai masa yang lebih baik. Komponen komitmen berinteraksi dengan keintiman dan gairah. Kebanyakan orang, komitmen dihasilkan dari kombinasi keintiman dan gairah.
Kelley (dalam Saragih, 2006) menyimpulkan bahwa cinta dan komitmen saling tumpah tindih, tetapi individu dapat memiliki yang satu tanpa yang lainnya. Bagi Kelley, individu yang mempunyai komitmen terhadap sesuatu diharapkan untuk berperilaku terus menerus dan konsisten sampai tujuan yang mendasari komitmen tersebut tercapai. Lebih jauh lagi, seperti yang dikemukakan Kelley, sangat penting untuk memisahkan antara komitmen terhadap seseorang dengan komitmen terhadap suatu hubungan. Dua orang yang saling berkomitmen satu sama lain, yang satu mungkin akan melihat komitmen sebagai suatu kekuasaan atas pasangannya dan terhadap hubungan, namun tidak terhadap tipe hubungannya.
Misalnya, seorang istri memiliki komitmen terhadap suaminya dan untuk memiliki hubungan dengan suaminya tersebut, tetapi tidak berkomitmen terhadap peran kepatuhan yang harus dimiliki sebagai bentuk rasa hormat terhadap suaminya. Sifat dari ketiga komponen ini berbeda satu sama lainnya.
Setiap komponen ini akan berada pada sisi dari segitiga yang akan menggambarkan cinta dari dua individu yang dibagi. Setiap komponen dapat bervariasi dalam hal intensitasnya, mulai dari rendah hingga tinggi, sehingga memungkinkan terbentuknya segitiga yang bervariasi ukuran dan bentuknya. Kenyataannya, dapat terjadi bentuk yang tidak dapat tergambarkan karena adanya salah satu komponen yang sangat rendah atau bahkan semuanya tidak ada. Berdasarkan tingkatan dari tiap komponen perinciannya dapat dilihat pada tabel di bawah.
Sifat dari Komponen Cinta (Saragih, 2006)
No
|
Sifat
|
Keintiman
|
Gairah
|
Komitmen
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Kestabilan
Kontrol Kesadaran
Tingkat Pentingnya
pengalaman yang
diperoleh
Peran dalam hubungan
jangka pendek
Peran dalam hubungan
jangka panjang
Keterlibatan fungsi
psiofisiologis
|
Menengah
Menengah
Bervariasi
Menengah
Tinggi
Rendah
|
Rendah
Rendah
Tinggi
Tinggi
Menengah
Tinggi
|
Tinggi
Tinggi
Bervariasi
Rendah
Tinggi
Menengah
|
Misalnya, keintiman dan komitmen lebih relatif stabil dalam hubungan yang dekat, sementara gairah cenderung relatif tidak stabil dan berubah-ubah tanpa dapat diprediksi. Kita memiliki kontrol kesadaran tertentu terhadap keintiman. Tingkat kesadaran yang tinggi terhadap komitmen tetapi kontrol yang sangat sedikit terhadap keterbangkitan gairah. Kita selalu sadar terhadap kemunculan gairah, namun kesadaran akan adanya keintiman atau komitmen sifatnya bervariasi. Kadang-kadang kita mengalami perasaan hangat karena adanya keintiman, tetapi tidak menyadarinya bahkan tidak dapat melabelnya.
Hal yang sama terjadi bahwa kita tidak menyadari seberapa tinggi komitmen kita terhadap orang lain danterhadap hubungan tersebut sampai ada sesuatu atau seseorang yang mengintervensi dan mempengaruhi komitmen tersebut. Peran dari ketiga komponen ini bervariasi, tergantung kepada hubungan cinta yang berlangsung, jangka panjang atau jangka pendek. Dalam hubungan jangka pendek, khususnya cinta romantis, gairah (passion) memainkan peran yang besar sedangkan keintiman (intimacy) perannya menengah dan komitmen (commitment) memainkan peran yang paling kecil.
Sebaliknya dalam hubungan yang jangka panjang, keintiman dan komitmen justru berperan sangat besar, sedangkan gairah perannya menengah saja dan mungkin akan menurun seiring berjalannya waktu. Ketiga komponen ini juga berbeda keberadaannya dalam berbagai hubungan cinta. Keintiman biasanya ditempatkan di posisi puncak dari banyak hubungan cinta, dimana jenis hubungan cinta yang dimaksud adalah hubungan dengan orangtua, saudara, kekasih, atau teman dekat.
Gairah kelihatannya sangat terbatas keberadaannya pada jenis hubungan cinta tertentu, khususnya yang romantis. Sementara keberadaan komitmen sangat bervariasi pada hubungan cinta yang berbeda. Misalnya, komitmen cenderung tinggi pada cinta terhadap anak, tetapi relatif rendah pada cinta terhadap teman yang dapat berubah sepanjang masa. Ketiga komponen ini juga berbeda keberadaannya jika ditinjau dari adanya keterlibatan fungsi psikofisiologis, sementara komitmen sangat sedikit melibatkannya dalam melibatkan fungsi psikofisiologis, Keintiman berada pada interval menengah dalam melibatkan fungsi psikofisiologis
Bentuk-bentuk Cinta
Hasil analisa ketiga komponen tersebut, Stenberg (dalam Wisnuwardhani dan Mashoedi, 2012) mengidentifikasikan tujuh bentuk cinta, didasarkan pada ada atau tidaknya masing-masing komponen. Bentuk-bentuk cinta tersebut adalah:1) Liking
Bentuk cinta dimana yang ada hanya unsur keintiman tanpa gairah dan komitmen. Ada pada hubungan persahabatan (bisa sesama jenis kelamin). Perasaan-perasaan yang muncul dikarakteristikkan dengan hubungan pertemanan. Individu akan merasa dekat, saling terkait dan nyaman terhadap orang yang dijadikan subjek “liking” tanpa adanya gairah maupun komitmen membentuk hubungan jangka panjang.Secara emosional ada ikatan dengan orang tersebut, tetapi tidak ada gairah yang muncul atau keinginan untuk menghabiskan hidup bersama orang tersebut. Ada kemungkinan bahwa hubungan pertemanan akan memunculkan gairah atau komitmen jangka panjang, tetapi kebanyakan hubungan pertemanan hanya sebatas memunculkan perasaan suka (liking).
2) Infatuated Love
Bentuk cinta dimana yang ada hanya elemen gairah tanpa komitmen dan keintiman. Ada pada cinta pada pandangan pertama (biasa disebut infatuasi), atau pada ketertarikan fisik yang biasanya mudah hilang.Biasanya ini muncul karena adanya pengalaman keterbangkitan gairah tanpa adanya keintiman atau komitmen Infatuasi ini dapat muncul secara cepat dan menghilang dengan cepat pula. Infatuasi secara umum diperlihatkan dengan adanya keterbangkitan psikofisiologis dan tanda-tanda fisik seperti detak jantung yang meningkat, atau bahkan jantung yang beredebar keras, peningkatan sekresi hormon dan adanya ereksi pada organ genital.
3) Empty love
Bentuk cinta dimana yang ada hanya elemen komitmen tanpa gairah dan keintiman. Biasanya ditemukan pada pasangan yang telah menikah dalam waktu yang panjang (misalnya pada pasangan usia lanjut). Ini adalah bentuk cinta dimana hubungan tersebut telah menemukan kejenuhan. Hubungan tersebut telah berjalan beberapa tahun namun masing-masing telah kehilangan keterlibatan emosional satu sama lain dan juga tidak ada lagi ketertarikan fisik di antara mereka.Beberapa masyarakat, jenis cinta ini berada di akhir dari sebuah hubungan jangka panjang. Namun di masyarakat tertentu, jenis cinta ini justru merupakan awal dari sebuah hubungan jangka panjang. Individu memulainya dengan perkawinan dan artinya memulai hubungan dengan sebuah komitmen dan berharap hubungan tersebut akan diikuti dan dipenuhi dengan gairah dan keintiman dan dari situlah hubungan tersebut dimulai.
4) Romantic Love
Bentuk cinta dimana di dalamnya terdapat komponen keintiman dan gairah yang kuat tanpa adanya komitmen. Biasa terdapat pada orang-orang yang berpacaran. Pada bentuk cinta ini, pasangan tersebut tidak hanya saling tertarik secara fisik tetapi ada keterikatan emosional di antara keduanya.Hendrick & Hendrick (dalam Mercer & Clayton, 2012) memberikan bukti bahwa penjelasan-penjelasan tentang hubungan cinta romantik biasanya terjalin dengan cinta peretemanan. Kekasih kita kerap kali adalah teman karib kita.
5) Companionate Love
Hubungan jangka panjang yang tidak melibatkan unsur gairah, hanya ada komponen keintiman dan komitmen. Biasanya terdapat pada hubungan persahabatan. Jenis hubungan ini adalah hubungan yang jangka panjang, pertemanan yang memiliki komitmen, hubungan pernikahan yang ketertarikan fisik di antaranya sudah pudar.6) Fatous Love
Bentuk cinta yang di dalamnya terdapat komponen gairah dan komitmen namun tanpa keintiman. Biasa terdapat hubungan suami istri yang sudah kehilangan keintimannya. Jenis cinta ini terjadi jika pasangan saling berkomitmen satu sama lainnya dengan dasar adanya gairah dia antara mereka tapa ada munculnya keintiman. Jika gairah yang muncul terjadi dengan cepat, dan tidak ada munculnya keintiman untuk selanjutnya, maka hubungan yang didasarkan pada bentuk cinta ini tidak akan bertahan lama.7) Consummate Love
Bentuk cinta yang didalamnya terdapat semua komponen, baik keintiman, gairah maupun komitmen dalam proporsi yang seimbang. Bentuk cinta ini merupakan bentuk yang ideal oleh sebab itu orang berusaha untuk mendapatkannya.8) Non Love
Merupakan bentuk hubungan dimana tidak satupun dari ketiga komponen cinta yang telah dikemukakan muncul. Ini terjadi pada banyak hubungan yang sederhana, dimana yang terjadi hanya interaksi biasa tanpa adanya cinta bahkan rasa suka. Ringkasan dari bentuk-bentuk cinta yang dijelaskan dapat dilihat pada tabel ini.
Bentuk-bentuk Cinta Sternberg
(dalam Wisnuwardhani dan Mashoedi, 2012)
(dalam Wisnuwardhani dan Mashoedi, 2012)
No
|
Component/Type
|
Intimacy
|
Passion
|
Decision/Commitment
|
1
|
Non Love
|
-
|
-
|
-
|
2
|
Liking
|
+
|
-
|
-
|
3
|
Infatuation
|
-
|
+
|
-
|
4
|
Empty Love
|
-
|
-
|
+
|
5
|
Romantic Love
|
+
|
+
|
-
|
6
|
Companionate Love
|
+
|
-
|
+
|
7
|
Fatuous Love
|
-
|
+
|
+
|
8
|
Consummate Love
|
+
|
+
|
+
|
Faktor-faktor Cinta
Upaya membangun hubungan cinta yang relatif lestari maka diperlukan untuk mengembangkan beberapa faktor yang dapat membantu tujuan itu (Hanurawan, 2012) yaitu :1) Kelekatan hubungan saling bergantung. Kelekatan ini ditunjukkan dengan adanya pemahaman timbal balik yang proporsional, adanya kondisi saling memberi dan menerima dukungan psikologis maupun sosial, dan merasanyaman pada saat berdampingan atau berinteraksi dengan pasangan.
2) Keseimbangan keuntungan. Keseimbangan hubungan dalam cinta ditunjukkan dengan suatu keadaan yang menggambarkan bahwa hasil-hasil balikan yang diperoleh oleh masing-masing pelaku cinta dari sebuah hubungan cinta dapat dinilai oleh seseorang proporsional dengan apa yang telah diberikan kepada pasangannya. Pengertian proporsional tidak berarti bahwa hasil balikan harus sama dengan yang telah diberikan, tapi yang lebih penting masing-masing pihak memiliki persepsi bahwa sumbanan masing-masing pihak dianggap telah proporsional.
3) Keterbukaan (self disclosure) diantara kedua belah pihak. Keterbukaan di antara kedua belah pihak ini ditunjukkan melalui komunikasi yang intens tentang masing-masing wilayah pribadi kedua belah pihak yang sedang menjalin hubungan cinta.
Cinta dalam Sebuah Perkawinan
Umumnya apabila orang menjalin hubungan cinta maka hubungan itu kemudian bermuara pada sebuah komitmen menuju perkawinan. Bamister dan Leary (dalam Hanurawan, 2012) menjelaskan bahwa manusia memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki. Kebutuhan dasar untuk memiliki dapat diwujudkan melalui kehidupan perkawinan. Kebutuhan dasar untuk memiliki dalam kehidupan perkawinan terwujud dalam hubungan dekat, saling mendukung, dan hubungan yang stabil di antara suami dan istri.Pemenuhan kebutuhan dasar dalam sebuah kehidupan perkawinan tersebut kemudian memicu terbentuknya kebahagiaan dalam diri seseorang. Hal itu terjadi karena dalam kehidupan perkawinan terdapat potensi memberikan kehadiran eksistensi pertemanan (friendship), keintiman, cinta, afeksi, dan dukungan sosial pada saat seseorang mengalami situasi krisis. Selain itu, perkawinan juga memberi kesempatan kepada seseorang untuk mengalami perkembangan personal (personal growth) dan perkembangan potensi baru yang mampu meningkatkan penghargaan diri (self esteem) dan kepuasan diri (Baumgardner & Clothers dalam Hanurawan, 2012).
Perkawinan yang berhasil merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan seseorang. Baumgardner & Clothers (dalam Hanurawan, 2012) menjelaskan bahwa keberhasilan perkawinan merupakan salah satu penyumbang penting bagi terjadinya penguatan kesehatan individu dan kebahagiaan individu.
Penelitian psikologi positif tentang perkawinan yang berbahagia oleh Lauer dan Lauer tahun 1985 (dalam Hanurawan, 2012), terhadap pasangan yang telah menikah 15 tahun atau lebih menunjukkan bahwa pertemanan (friendship) dan komitmen merupakan faktor utama terjadinya perkawinan yang bahagia, dalam hal ini pertemanan yang sangat erat dan mendalam menjadi alasan utama pasangan suami istri untuk tetap hidup dalam ikatan perkawinan. Penelitian ini menjelaskan pasangang suami dan istri yang berbahagia tersebut memberikan penjelasan bahwa pasangan mereka adalah teman terbaik bagi mereka.
Pasangan perkawinan yang berbahagia memiliki pendapat bahwa komitmen yang kuat dan berjangka waktu lama merupakan fundamen yang bagus untuk kelestarian sebuah perkawinan. Komitmen yang kuat membantu pasangan perkawinan yang berbahagia memecahkan masalah perkawinan mereka secara baik dan berkelanjutan (Hanurawan, 2012).
Menurut Hanurawan (2012), Selain faktor pertemanan dan faktor komitmen, faktor humor juga memiliki kontribusi yang kuat bagi terciptanya perkawinan yang berbahagia. Dalam kehidupan perkawinan, kenikmatan perkawinan dapat diperoleh melalui tertawa bersama sebagai konsekuensi dari tindakan humor. Berdasarkan pada rasional semacam ini, tidak heran banyak orang menseleksi orang lain sebagai calon pasangan terkait dengan kualitas perasaan humor yang dimiliki oleh seseorang.
Dalam kehidupan perkawinan, termasuk dalam kehidupan perkawinan yang berbahagia, frekuensi hubungan seks akan mengalami penurunan seiring dengan berjalan waktu. Apabila diperbandingkan dengan hubungan seks ternyata fenomena menunjukkan bahwa aktivitas humor dalam kehidupan perkawinan tidak mengalami penurunan. Kenyataan menunjukkan bahwa salah satu alasan pasangan tetap lestari dalam kehidupan perkawinan pasca 50 tahun adalah mereka sering tertawa bersama karena mereka melakukan kegiatan-kegiatan yang bermuatan humor di dalamnya (Hanurawan, 2012).
Selain humor, kesamaan antar pasanganga juga membantu pasangan suami istri untuk tetap lestari dalam kehidupan perkawinan (Hanurawan, 2012). Noller & Feeney (dalam Hanurawan, 2012) mengungkap bahwa kesamaan merupakan fondasi yang esensial bagi suatu hubungan dekat agar mampu mencapai keberhasilan sesuai dengan tujuan hubungan yang telah ditetapkan.
Myers (2012) megatakan terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar cinta tetap ada dalam perkawinan dan perkawinan tetap lestari:
1) Orang menikah dalam usia yang matang untuk hidup dalam hubungan suami istri. Umumnya usia yang dianggap matang adalah di atas 20 tahun.
2) Orang yang mengalami tumbuh kembang di bawah pengasuhan orang tua yang lengkap berarti terdapat figur ayah dan ibu dalam sebuah keluarga.
3) Hubungan yang cukup lama sebelum perkawinan. Ini berarti bahwa agar perkawinan tetap lestari perlu adanya pengenalan yang mendalam terhadap karakteristik masing-masing pihak yang akan membentuk sebuah keluarga.
4) Orang memiliki pendidikan yang baik, pendidikan yang baik dan seimbang dapat membantu pasangan mengembangkan visi dan misi perkawinan. Selain itu, pendidikan yang baik juga membantu pasangan memecahkan masalah perkawinan secara lebih rasional.
5) Orang memiliki penghasilan mencukupi. Ini berarti faktor ekonomi perlu diperhatikan agar perkawinan tidak memperoleh masalah ekonomi yang signifikan. Masalah ekonomi tersebut dapat memicu terjadinya konflik perkawinan dan pada kesempatan berikutnya dapat mengakibatkan terjadinya perceraian.
6) Orang tinggal dalam kota kecil. Di kota kecil terdapat norma-norma yang secara ketat mengatur kehidupan perkawinan. Norma-norma ketat ini dapat membantu sebuah pasangan yang hidup di kota kecil untuk banyak melakukan pertimbangan sebelum memutuskan melakukan perceraian.
7) Orang tidak hidup bersama atau hamil sebelum menikah.
8) Orang tidak memiliki komitmen religius di antara kedua belah pihak. Komitmen religius ini membantu pasangan suami istri untuk menghormati lembaga perkawinan.
9) Pendidikan, keyakinan, dan usia yang seimbang. Keseimbangan dalam pendidikan, keyakinan, dan usia (laki-laki minimal lebih tua 5 tahun dari perempuan) membantu proses komunikasi yang efektif antara suami dan istri.
Sekian artikel Universitas Psikologi tentang Mengupas Tuntas Pengertian Cinta dan Aspek-aspek Love Relationship Menurut Para Ahli. Semoga bermanfaat.
Daftar Pustaka
- Al Ghazali. 2008. Menguak Rahasia Qolbu (Mukasyafatul Qulub). (Penj. As’ad El-Hafidy). Bandung: Penerbit Mizan.
- Braxton, Davis, Princess. 2010. The social Psychology of Love and Attraction. McNair Scholars Journal: Vol. 14: Iss. 1, Article2.
- Fauzana, D. N. 2011. Makna Cinta pada Pasangan Tuna Netra. Skripsi. Depok : Universitas Gunadarma.
- Freud, S., dkk. 2009. Anatomi Cinta, Risalah Jalan Cinta, Arti Cinta, dan Kekuatan Cinta (Cetakan pertama). Depok: Komunitas Bambu.
- Gonzaga, S., dkk. 2001. Love and the Commitment Problem in Romantic Relations and Friendship. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 81, No. 2, 247-262.
- Marasabessy, Rismawati. 2010. Perbedaan Cinta Berdasarkan Teori Segitiga Cinta Sternberg antara Wanita dengan Pria Masa Dewasa Awal. Skripsi. Depok: Universitas Gunadarma.
- Hanurawan, Fattah. 2012. Psikologi Sosial Suatu Pengantar (Cetakan kedua). Bandung: Remaja Rosdakarya.
- Mercer, Jenny., Debbie, Clayton. 2012. Psikologi Sosial. Jakarta: Penerbit Erlangga.
- Myres, David. G. 2012. Psikologi Sosial Edisi 10 buku 2. Jakarta: Salemba Humanika.
- Puspita, Laily. 2010. Love Relationship pada Penyandang Tuna Netra (Studi pada Interpersonal Relationship pasangan kekasih tuna netra dewasa muda di Surabaya. Jurnal. Vol XCIII, No. 311.
- Saragih, Juliana. I. 2006. Bentuk-Bentuk Cinta berdasarkan Triangular Theory of Love. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
- Saragih, Juliana. I & Irmawati. 2005. Fenomena Jatuh Cinta Pada Mahasiswi. Jurnal. Psikologia Vol. 1 No 1.
- Shakespeare, William. 2013. Begitulah Cinta. Jakarta: Media Kita.
- Wisnuwardhani, Dian; Sri, Fatmawati, Mashoedi. 2012. Hubungan Interpersonal. Jakarta: Salemba Humanika.
- Hanurawan, Fattah. 2012. Psikologi Sosial Suatu Pengantar (Cetakan kedua). Bandung: Remaja Rosdakarya.
Posting Komentar