Pengertian Inferiority Feeling dan Aspek-aspek Inferiority Feeling Menurut Para Ahli
Daftar Isi
Pengertian Inferiority Feeling
Fleming and courtney (dalam Salili and Hoosain, 2009) menyatakan bahwa Inferiority Feeling adalah rasa diri kurang atau rasa rendah diri yang timbul karena perasaan kurang berharga atau kurang mampu dalam penghidupan apa saja. Inferiority Feeling merupakan suatu teori dari Alferd Adler, seorang ilmuan sekaligus penemu dari individual psikologi berawal dari ide yang berasal dari Inferiority organ yaitu kekurangsempurnaan organ atau bagian tubuhnya pada daerah-daerah tertentu baik karena bawaan atau kelainan dalam perkembangan. Inferiority organ membutuhkan pengkompensasian melalui latihan-latihan untuk memperkuat bagian tubuh tersebut Sujanto (2009).Inferiority Feeling bukanlah tanda ketidakmampuan seseorang namun ini hanya suatu bentuk perasaan ketidakmampuan pada dirinya, Inferiority Feeling adalah sumber dari semua kekuatan manusia. Semua orang berproses, tumbuh, dan berkembang hasil dari usaha untuk mengkompensasikan perasaan inferioritasnya. Bisa diartikan bahwa Inferiority Feeling adalah sebuah motivasi yang dimiliki oleh seseorang untuk berperilaku (berproses, tumbuh, dan berkembang) menuju perasaan superior Inferiority Feeling diartikan sebagai segala rasa ketidakmampuan psikologis, negatif, dan keadaan jasmani yang kurang sempurna yang dirasa secara subjektif. Melalui Inferiority Feeling, individu berjuang untuk menjadi pribadi yang unggul dan mandiri (Noor, 2007).
Menurut Adler (dalam Hariyani, 2017) individu yang mandiri adalah individu yang kreatif, yakni individu yang mengetahui potensinya, mampu menetapkan tujuan hidupnya, serta mampu mengembangkan potensinya untuk mencapai tujuan hidupnya, jadi ketika seseorang berada pada saat dimana dia melihat orang lain jauh lebih besar dan lebih baik darinya saat itu dia akan merasa inferior, tidak memuaskan atau tidak sempurna sehingga dia akan berusaha untuk mencapai satu level lebih tinggi dari posisinya sekarang sehingga dia akan merasa superior sesaat, dan akan terus berputar seperti itu. Perasaan ragu-ragu atau perasaan kurang percaya terhadap diri sendiri serta merasa tidak bisa membanggakan dirinya dalam berbaur dengan orang lain.
Kartono (dalam Hariyani, 2017) mengatakan bahwa Inferiority Feeling muncul sejak usia kanak-kanak yang umumnya perasaan ini tidak bisa diterima individu yang bersangkutan karena dirasakan sangat menghimpit dirinya, dan juga menyiksa batinnya. Sehingga muncul dorongan-dorongan untuk mengkompensasikan atau menyelesaikan. Sedangkan menurut Freud Inferiority Feeling adalah ekspresi tekanan yang terjadi antara ego dan superego.
Berdasarkan pengertian dari kamus psikologi karya Rober dan Reber (dalam Hariyani, 2017) Inferiority Feeling adalah sikap apapun terhadap diri sendiri yang terlalu kritis dan umumnya negatif. Inferiority Feeling diartikan sebagai perasaan kurang percaya diri, biasanya cenderung pasrah, menerima keadaan apa adanya, menganggap dirinya kurang berarti, rendah diri atau hina diri. Istilah Inferiority Feeling secara sederhana dengan konsep diri yang negatif atau harga diri yang rendah.
Chaplin (2012) mengartikan bahwa Inferiority Feeling adalah suatu perasaan tidak aman, tidak mantap, tidak tegas, merasa tidak berarti sama sekali dan tidak mampu memenuhi tuntutan-tuntutan hidup. Pendapat lain menyebutkan bahwa Inferiority Feeling merupakan perasaan rendah diri yang menyerap ke dalam berbagai tingkah laku Kartono (dalam Hariyani, 2017).
Berdasarkan pengertian dari para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Inferiority Feeling adalah perasaan rendah diri atau kurang percaya diri dengan dirinya sendiri untuk tampil dimuka umum atau dengan teman-teman dan lingkungan karena ketidaksempurnaan kondisi fisik yang dimiliki.
a. Kompensasi Inferiority Feeling
Kompensasi adalah suatu cara untuk mengatur Inferiority Feeling. Kompensasi bisa disamakan dengan defensemechanisme untuk Inferiority Feeling akan berdampak pada perilaku individu dan membuat individu menampilkan perilaku-perilaku yang menunjukkan kekurangannya, pengkompensasian Inferiority Feeling dalam diri seseorang dalam bentuk-bentuk sebagai berikut :1) Strategi menarik diri (withdrawal tactics), termasuk menyadari diri rendah, rasa sensitif dan penarikan diri dari hubungan sosial.
2) Strategi agresif (aggresive tactics), termasuk mencari perhatian yang berlebihan, mengkritisi orang lain, dan rasa khawatir yang terlalu berlebihan.
Pengertian Inferiority Feeling |
Baca juga: Bagaimana Orang Bisa Disebut Religius?Bentuk kompensasi yang dilakukan oleh individu dalam mengkompensasikan Inferiority Feeling ada dua macam yakni memotong, menerabas, pelarian diri, dan pembelaan diri. Memotong dan menerabas adalah suatu bentuk penuh tipu muslihat licik dan bersifat merusak (destruktif) baik merusak diri sendiri dan orang lain. Pelarian diri dan pembelaan diri merupakan sesuatu yang tidak umum dilakukan oleh manusia normal, misalnya dengan cara membunuh orang lain atau bunuh diri.
Sedangkan menurut Alwisol (dalam Hariyani, 2017) ada tiga kecenderungan dalam kompensasi untuk melindungi diri dari rasa malu akibat Inferiority Feeling yang umum dipakai, yakni:
1) Sesalan (excuses) kecenderungan dalam pengamanan yang paling umum adalah sesalan. Orang neurotic dan orang normal sering menggunakan sesalan, orang neurotik, juga orang normal, biasa memakai sesalan.
2) “Ya tetapi (yes but)” orang pertama menyatakan apa yang sesungguhnya mereka senang kerjakan, sesuatu yang terdengar bagus untuk orang lain kemudian diikuti dengan pernyataan sesalan. Sesalan “ya tetapi” ini dipakai untuk mengurangi bahaya harga diri yang jatuh karena melakukan hal yang berbeda dengan orang lain.
3) “Sesungguhnya kalau (if-only)” sesalan ini dinyatakan dengan cara berbeda, sesalan ini digunakan untuk melindungi perasaan lemah dari harga diri, dan menipu orang lain untuk percaya bahwa mereka sesungguhnya lebih superior dari kenyataan yang ada sekarang.
a. Agresi Penggunaan, agresi untuk pengamanan kompleks superior yang berlebihan, melindungi harga dirinya yang rentan, ada tiga macam agresi yaitu:
1) Merendahkan (depreciate) adalah kecenderungan menilai rendah prestasi orang lain dan menilai tinggi prestasinya sendiri. Kecenderungan perilaku ini tampak pada tingkah laku agresi seperti sadisme, gosip, kecemburuan dan tidak toleran maksud dibalik depresiasi ini adalah untuk mengecilkan orang lain sehingga kalau dibandingkan dengan orang lain dirinya akan merasa lebih baik.
2) Menuduh (accusation) adalah kecenderungan menyalahkan orang lain atas kegagalan dirinya dan kecenderungan untuk mencari pembalasan dendam, sehingga mengamankan kelemahan harga dirinya.
3) Menuduh diri sendiri (self-accusation) ditandai dengan menyiksa diri dan perasaan berdosa. Menyiksa diri terjadi pada penderita masokisme, depresi dan bunuh diri yang maknanya mengamankan agar kekuatan neurotik tidak menyakiti orang lain yang dekat dengan penderita dan tujuannya adalah membebaskan penderitiaan orang lain kepada dirinya untuk melindungi harga dirinya.
b. Menarik diri (withdrawal) kecenderungan untuk melarikan diri dari kesulitan, pengamanan melalui mengambil jarak. Ada empat jenis bentuk menarik diri yang terjadi yaitu mundur, diam di tempat, ragu-ragu dan membuat hambatan. Semua ini dimaksudkan untuk pengamanan agar harga dirinya tidak mengalami inflasi.
1) Mundur (moving backward) mundur didesain untuk memperoleh simpati, sikap yang umumnya muncul dari individu yang dimanjakan percobaan bunuh diri adalah usaha untuk menarik perhatian orang lain memaksa orang lain mengasihani dan melindungi dirinya (agar tetap hidup).
2) Diam ditempat (standing-still) orang yang diam ditempat tidak bergerak kemanapun, menolak tanggung jawab dengan menarik diri dari semua ancaman kegagalan. Mereka mengamankan aspirasi fiksinya dengan tidak melakukan apapun agar tidak terbukti bahwa mereka tidak dapat mencapai tujuan itu contohnya adalah orang tidak pernah mengikuti ujian masuk perguruan tinggi, tidak akan pernah merasakan kegagalan tes, individu yang malu dan menjauhi temannya tidak pernah mengalami ditolak temannya dengan tidak mengerjakan apapun, orang mengamankan harga dirinya dan melindungi diri dari kegagalan.
3) Ragu-ragu (hesitation) banyak orang ragu-ragu atau bimbang ketika menghadapi masalah yang sulit. Mengulur waktu, kompulsi, menjadi cara efektif pengamanan dengan membuang waktu, sehingga masalah tidak perlu lagi dihadapi. Melangkah bolak-balik, sikap sangat teratur, merusak pekerjaan yang baru dimulai, meninggalkan pekerjaan yang belum selesai adalah contoh-contoh ragu-ragu.
4) Membangun penghalang (constructing obstacle) merupakan bentuk menarik diri yang paling ringan. Orang mengkhayal suatu penghalang, dan keberhasilan mengatasi sebagian dari hambatan itu sudah melindungi harga diri dan prestise dirinya. Bersumber dari beberapa pendapat dari para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk pengkompensasian dari Inferiority Feeling ada dua bentuk yaitu menarik diri dan agresif.
Aspek-aspek Inferiority Feeling
Lautser (dalam Wahyudi, 2013) menyebutkan karakteristik remaja yang memiliki Inferiority Feeling:a. Individu merasa bahwa tindakan yang dilakukan tidak adekuat, individu tersebut cenderung merasa tidak aman dan tidak bebas bertindak, cenderung ragu-ragu dan membuang waktu dalam pengambilan keputusan, memiliki perasaan rendah diri dan pengecut, kurang bertanggung jawab dan cenderung menyalahkan pihak lain sebagai penyebab masalahnya serta pesimis dalam menghadapi rintangan.
b. Individu merasa tidak diterima oleh kelompoknya atau orang lain. Individu ini cenderung menghindari situasi komunikasi karena merasa takut disalahkan atau direndahkan, merasa malu jika tampil dihadapan orang.
c. Individu tidak percaya terhadap dirinya dan mudah gugup. Individu ini merasa cemas dalam mengemukakan gagasannya dan selalu membandingkan keadaan dirinya dengan orang lain.
Fleming dan Courtney (dalam Salili and Hoosain, 2009) menjabarkan Inferiority Feeling dalam alat ukurnya yang bernama Feeling of Inadequacy scale yang mengindikasikan perasaan tidak mampu dalam lima aspek berikut :
a. Social confidance, merupakan perasaan kurang pasti, merasa kurang bisa diandalkan, dan kurangnya rasa percaya pada kemampuan seseorang dalam situasi yang melibatkan orang lain. Faktor social confidance lebih mendekati pada umur dan pengalaman.
b. School abilities, merupakan perasaan tidak mampu atau tidak berdaya terhadap kualitas, kekuatan, daya kompetensi, kecakapan, keahlian, keterampilan, kesanggupan dalam melakukan tugas akademik.
c. Self-regard, penghormatan terhadap dirinya sendiri yang rendah atau kurangnya perhatian dan pertimbangan terhadap kepentingan dan minatnya sendiri.
d. Physical appearance, individu dengan Inferiority Feeling sangat memperhatikan penampilannya, dia akan berusaha memperlihatkan penampilan tubuhnya, ini merupakan salah satu bentuk untuk mengkompensasikan Inferiority Feeling miliknya.
e. Physical abilities, perasaan diri lebih lemah dalam hal kemampuan tubuh yang dimiliki serta potensi individu untuk melakukan performasi yang berkaitan dengan fisiknya dibandingkan teman atau kelompok sebayanya.
Berdasarkan aspek-aspek yang diungkapkan oleh para tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini menggunakan aspek social confidance, school ability, self- regard, physical appereance, dan physical abilities. Aspek-aspek ini dirasa sudah bisa mewakili dalam pegukuran Inferiority Feeling.
Faktor Penyebab Inferiority Feeling
Individu yang tinggal dilingkungan sosial yang buruk atau tidak menguntungkan misalnya, dan pemanjaan yang berlebihan, akan mengekalkan rasa ketergantungan anak, lalu sosial menumbuhkan Inferiority Feeling. Lebih lanjut lagi oleh Kartono, lingkungan keluarga dan pengkondisian yang sangat kejam tanpa cinta kasih sama sekali, penuh kekerasan dan ucapan-ucapan penghinaan akan mengembangkan perasaan penolakan terhadap sosial, benci, dan dendam yang hebat serta Inferiority Feeling. Rasa rendah diri menurut Adler (dalam Hariyani, 2017) disebabkan karena:a. Cacat jasmani, setiap orang akan merasa senang bila memiliki tubuh yang sempurna, sementara cacat jasmani akan menjadi sasaran ejekan dari teman sebaya individu. Maka dari itu timbul perasaan tidak enak pada diri sendiri terhadap orang lain, dan merasa seakan lingkungan sekitarnya memusuhinya
b. Cacat rohani, timbul sejak anak masih kecil, sejak lahir anak melihat disekelilingnya orang-orang besar, sempurna dan dapat mengerjakan segala yang ia tidak dapat. Hal tersebut menimbulkan perasaankurang pada anak-anak, terutama kalau orang dewasa yang ada disekitarnya tidak dapat menyadari dunia anak-anak dan tidak menghargainya. Namun, cacat rohani dapat timbul pula pada orang dewasa, apabila cita-cita dan kemampuan diri tidak dapat sejalan.
c. Pendidikan yang salah, mendidik dengan memanjakan dan mendidik dengan kekerasan, kedua cara mendidik tersebut akan menimbulkan rasa Inferioritas pada individu. Memanjakan, individu selalu ditolong dalam setiap pekerjaan akan mengakibatkan individu tidak memiliki kekuatan, selalu menggantungkan diri pada orang lain, tidak dapat berdiri sendiri, dan menganggap dunia sekitarnya harus meladeninya. Akibatnya individu menjadi tidak berani bergaul dengan masyarakat dan menjauhkan diri dari lingkungan. Sementara mendidik dengan kekerasan, menyebabkan anak selalu merasa dimusuhi, tertekan, hingga tidak dapat mengembangkan rasa kemasyarakatannya. Akibatnya individu merasa terasingkan dari masyarakat dan tidak akan pernah mencapai keinginannya, yaitu cinta dan kasih sosial.
Lin menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan individu mengalami inferiority feeling, diantaranya:
a. Sikap orang tua (parental attitude), memberikan pendapat dan evaluasi sosial terhadap perilaku dan kelemahan individu ketika berada dibawah usia enam tahun, akan menentukan sikap individu tersebut dikemudian hari. Ketika individu diberikan cap sosial, maka hal ini akan terbawa pada saat ia dewasa. Akibatnya individu akan merasa rendah diri dan tidak memiliki rasa keyakinan diri, terutama ketika bertemu orang lain karena dalam pandangan dirinya sudah dibentuk konsep diri yang sosial oleh orang tuanya.
b. Kekurangan fisik (physical defects), seperti kepincangan, bagian wajah yang tidak proposional, ketidakmampuan dalam bicara atau penglihatan, akan mengakibatkan reaksi emosional dan berhubungan dengan pengalaman yang tidak menyenangkan pada kejadian sebelumnya.
c. Keterbatasan mental (mental limitations), biasanya muncul rasa rendah diri saat dilakukan perbandingan dengan prestasi orang lain yang lebih tinggi. Ketika individu diharapkan untuk penampilan yang sempurna dalam suatu pertandingan, ia menjadi tidak dapat memahami aturan pertandingan tersebut.
d. Kekurangan secara sosial (social disadvantage), biasanya muncul dikarenakan status keluarga, ras, jenis kelamin, atau status sosial. Inferiority Feeling dapat muncul pula ketika individu merasa sakit hati karena dibandingkan dengan orang lain.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa sosial-faktor penyebab Inferiority Feeling adalah faktor kekurangan fisik, keterbatasan mental, sikap orang tua, dan kekurangan secara sosial.
Sekian artikel Universitas Psikologi tentang Pengertian Inferiority Feeling dan Aspek-aspek Inferiority Feeling Menurut Para Ahli. Semoga bermanfaat.
Posting Komentar