Teori Student Engagement Menurut Para Ahli
Teori Student Engagement Menurut Para Ahli - Masih berkaitan dengan artikel sebelumnya yang membahas persoalan pendidikan, kali ini universitas psikologi akan mengulik teori satu ini yaitu student engagement. Variabel satu ini merupakan keterkaitan murid pada kegiatan akademik. Untuk lebih jelasnya universitaspsikologi.com akan menjabarkan pengertian sampai faktornya pada tulisan berikut ini.
Definisi Student Engagement
Student engagement oleh Fredricks dkk., (2004) adalah keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, dimana siswa terikat pada kegiatan akademik ataupun kegiatan non-akademik yang dapat terlihat melalui perilaku, emosi, dan kognitif siswa di lingkungan sekolah. Student engagement memiliki tiga aspek, yaitu behavioral engagement, emotional engagement, dan cognitive engagement.
Beberapa ahli lainnya juga ikut mendefinisikan mengenai student engagement. Reeve (2005) memberikan definisi terkait student engagement yaitu, intensitas dari tingkah laku, kualitas penyampaian emosi, dan keaktifan dari diri siswa agar dapat secara aktif memahami setiap hal terkait pembelajaran. Begitu juga dengan definisi student engagement yang di sampaikan oleh Skinner (dalam Handelsmen, 2005) bahwa student engagement merupakan bagian dari tindakan serta usaha, kegigihan siswa dalam hal-hal yang berhubungan dengan tugas sekolah, dan mampu secara emosional dalam aktifitas pembelajaran.
Student Engagement |
Baca juga: Pengertian Parental Involvement Menurut Ahli
Student engagement adalah usaha, waktu yang di manfaatkan dengan maksimal oleh siswa dalam kegiatan belajar, yang disebabkan keinginan sekolah agar siswa mampu dan termotivasi untuk mencapai tujuan belajar yang baik (Kuh, 2009).
Berdasarkan beberapa pengertian yang ada mengenai student engagement, dapat disimpulkan mengenai definisi student engagement yaitu, terlibatnya siswa secara aktif di sekolah yang dapat dilihat melalui perilaku, emosi yang dapat dikontrol dengan baik, serta penyampaian, pemahaman emosi terhadap lingkungan sekolah dan mampu berfikir dengan baik agar membantu dalam bertindak selama proses belajar. Oleh karena itu, mengetahui serta memahami baik dan efektifnya belajar siswa, guru sebagai pengajar dapat memberikan evaluasi terkait kekurangan dan kelebihan dalam proses belajar yang telah mereka lakukan.
Aspek-aspek Student Engagement
Fredricks dkk., (2004) mengungkapkan bahwa student engagement terdiri atas tiga aspek, yaitu behavioral engagement, emotional engagement dan cognitive engagement. Behavioral engagement adalah perilaku aktif, atau ikut terlibat yang ditampilkan dalam belajar. Emotional engagement melingkupi reaksi positif dan negatif terhadap guru, siswa lain, kegiatan kelas dan sekolah. Cognitive engagement dapat meliputi kegigihan berusaha, serta keinginan untuk dapat memahami ide yang kompleks dan menguasai keterampilan yang sulit.
Aspek aspek terkait student engagement dijelaskan oleh Fredricks dkk., (2004) sebagai berikut:
a. Behavioral engagement
Merupakan tindakan partisipasi yang meliputi keterlibatan siswa dalam aktivitas akademik sosial atau ekstrakulikuler. Pada aspek ini menggambarkan kualitas motivasi siswa selama kegiatan pembelajaran di dalam kelas ataupun kegiatan di luar kelas demi pencapaian akademik. Hal hal ini mencakup adanya usaha, intensitas, ketekunan, dan keyakinan dalam menjalankan kegiatan akademik.
Bentuk sederhana dari behavioral engagement seperti mengerjakan pekerjaan sekolah, mematuhi peraturan sekolah, hingga berpartisipasi aktif dalam organisasi sekolah. Connell (dalam Fredericks dkk., 2004) juga menyebutkan bahwa behavioral engagement dianggap sangat penting dalam pencapaian hasil akademik yang positif dan mencegah putus sekolah. Arahan perilaku positif pada aspek ini akan memberikan penekanan agar beberapa perilaku mengganggu seperti bolos sekolah, terlibat masalah di sekolah hingga dropout dapat diatasi bahkan tidak terjadi (Connel, 1990; Finn, 1989 dalam Fredricks dkk., 2005).
b. Emotional engagement
Emotional engagement merupakan reaksi positif atau negatif siswa terhadap guru, teman kelas, lingkungan sekolah yang berhubungan dengan kegiatan akademik atau non akademik. Emotional ini melibatkan rasa antusias, menikmati, senang, dan puas dalam kegiatan akademik sekolah, serta merujuk kepada sikap, minat atau ketertarikan, penilaian, dan reaksi afektif siswa terhadap kelas, guru, teman sekelas ataupun sekolah. Aspek emotional engagement dianggap penting agar dapat menumbuhkan rasa terhadap kelas dan lingkungan sekolahnya dan mempengaruhi kesediaan siswa untuk belajar (Connel, 1990; Finn, 1989 dalam Fredricks dkk., 2005).
c. Cognitive engagement
Aspek ini merujuk kepada konsep yang berhubungan dengan siswa kesediaan siswa melakukan usaha maksimal dalam setiap belajar, mampu memacu diri sesuai dengan yang dibutuhkan bahkan lebih dari yang dibutuhkan untuk dapat memahami atau menguasai kemampuan diri. Cognitive engagement meliputi motivasi untuk belajar dan mampu menggunakan strategi kognitif dan metakognitif dalam berpikir dan belajar (Fredricks dkk., 2004). Bempechat dan Shernoff (2012) juga mengatakan bahwa aspek-aspek student engagement telah mencakup nilai, serta pengalaman dalam belajar, sehingga memiliki makna yang kompleks yang dapat dirasakan melalui perilaku siswa, emosi siswa serta proses berfikir siswa.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Student Engaggement
Student engagement memiliki beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya. Menurut Connell & Wellborn (dalam Sulisworo, 2015), terdapat dua faktor umum yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Faktor eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang mengarah pada konteks sosial yang akan memenuhi kebutuhan psikologis siswa untuk meningkatkan keterikatan sekolah (engagement) siswa. Faktor eksternal dapat meliputi orang tua, guru, ataupun teman sebaya yang dapat memberikan rasa nyaman serta dapat bertindak dengan jelas dan terarah.
Faktor eksternal orang tua dapat terlihat melalui structure, autonomy support, dan involvement sesuai dengan teori yang manjelaskan mengenai faktor peranan yang mendukung siswa dalam belajar. Structure merupakan gambaran perilaku orangtua atau guru yang dapat meliputi kerjasama dalam pencapaian prestasi anak, konsistensi, mampu menghadapi tantangan optimal dan memiliki umpan balik positif dalam kompetensinya. Autonomy support merupakan orangtua atau guru memberikan pilihan secara luas dan bantuan kepada anak agar perilaku dan tujuan diri pada anak dapat berjalan berkesinambungan. Involvement merujuk pada pengetahuan, ketertarikan, dan dukungan emosional dari orangtua ataupun guru. Bagian dari involvement cenderung merujuk pada efek positif secara psikologis dari waktu dan minat (Connel & Wellborn, 1991, dalam Stroet, Opdenattker, & Minnaeat, 2013).
b. Faktor internal
Faktor internal atau dikenal juga dengan self system model of motivational development. Model ini memaparkan tiga dasar kebutuhan (Fredricks dkk, 2004), yakni:
1. Need for relatedness
Kebutuhan untuk merasa dekat dan terkoneksi dengan orangtua, teman, dan guru (Deci & Ryan, 2000), adanya keinginan terlibat dengan baik dalam kelompok. Relatedness akan erat dengan perasaan saling terkait dengan orang lain, diperhatikan dan memperhatikan orang lain, serta adanya rasa kebersamaan dalam seting hubungan individu ataupun kelompok (Deci & Ryan, 2000).
2. Need for competence
Pada kebutuhan ini adanya keinginan untuk berhasil dan berinteraksi secara baik dan efektif dalam lingkungan sosial serta memliki keinginan untuk dapat menunjukkan kapasitas diri. Siswa akan merasa dirinya memiliki kemampuan dan menyelesaikan tugas seperti apapun secara efektif (Fredricks dkk., 2004).
3. Need for autonomy
Kebutuhan yang dimiliki siswa untuk melakukan sesuatu atas kehendak pribadinya dan bertingkah laku sesuai nilai yang dipahaminya yang berasal dari diri sendiri bukan dari oranglain (Fredricks dkk., 2004). Chen (2005), juga menyatakan bahwa dukungan dari orangtua merupakan hal yang berhubungan dengan engagement siswa di sekolah, yang akan berkaitan dengan pencapaian hasil yang baik dalam belajar siswa. Begitupun mengenai penanganan terkait berbagai masalah belajar siswa, termasuk drop out dapat ditangani dengan adanya hubungan orangtua terkait keterlibatan anaknya di sekolah.
Sekian artikel Universitas Psikologi tentang Teori Student Engagement Menurut Para Ahli. Semoga bermanfaat.
Posting Komentar