Aspek-aspek Resiliensi (Resilience) Menurut Para Ahli
Aspek-aspek Resiliensi (Resilience) Menurut Para Ahli - Sebelumnya universitaspsikologi.com telah membahas apa itu resiliensi, bisa di baca di sini "Teori Resiliensi". Nah, untuk kelanjutannya, kita akan bahas aspek-aspek resiliensi yang lain. Namun sebelum itu kita refresh sejenak apa itu resiliensi pada tulisan berikut ini.
Pengertian Resiliensi
Resiliensi menurut Reivich dan Shatte (2002) adalah kemampuan individu untuk bertahan dan beradaptasi terhadap situasi-situasi sulit, serta kemampuan untuk merespon secara sehat dan produktif ketika berhadapan dengan kesulitan yang ada. Resiliensi dipandang bukan hanya sebagai penyebab seseorang dapat mengatasi suatu kesulitan, tetapi juga menyebabkan seseorang dapat meningkatkan aspek-aspek kehidupannya menjadi lebih baik. Kemampuan atas resiliensi juga dapat digunakan dalam menghadapi tekanan yang ditemukan di dunia kerja.
Berkaitan dengan pengertian di atas, Bobeck (2002) menjelaskan bahwa resiliensi merupakan proses yang dinamis sebagai hasil dari interaksi antara individu dengan lingkungannya dari waktu ke waktu. Selanjutnya, Brunnetti (2006) juga mendefinisikan resiliensi sebagai kualitas yang memungkinkan guru untuk mempertahankan komitmennya dalam mengajar meskipun berada di kondisi yang menekan atau kurang menguntungkan. Kemudian menurut Mansfiled, Beltman, dan Weatherby-Fell (2016) resiliensi adalah atribut yang dimiliki guru agar dapat memberdayakan dirinya dalam mengelola tantangan dalam kegiatan mengajar sehari-hari dan tetap bisa berkembang pesat melalui profesi mereka.
Aspek Resiliensi (Resilience) |
Baca juga: Teori Pay Satisfaction Menurut Para Ahli
Berdasarkan beberapa defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa resiliensi adalah kemampuan individu untuk bertahan dan memberdayakan diri dalam merespon situasi menekan dalam hidupnya, serta berusaha untuk belajar dan beradaptasi dengan keadaan tersebut sehingga mampu bangkit kembali dan menjadi lebih baik.
Aspek-aspek Resiliensi
Menurut Reivich dan Shatte (2002), terdapat tujuh aspek resiliensi, yaitu:
1. Emotion Regulation (Regulasi Emosi)
Regulasi emosi merupakan kemampuan untuk tetap tenang dalam kondisi penuh tekanan. Individu yang resilien menggunakan serangkaian keterampilan yang telah dikembangkan untuk membantu mengontrol emosi, atensi dan perilakunya. Kemampuan regulasi penting untuk menjalin hubungn interpersonal, kesuksesan kerja dan mempertahankan kesehatan fisik. Individu yang resilien mampu mengekspresikan emosinya secara tepat.
2. Impulse Control (Kontrol terhadap Impuls)
Kontrol terhadap impuls adalah kemampuan invididu untuk mengendalikan dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri. Kontrol impuls berkaitan erat dengan kemampuan regulasi emosi. Individu dengan kontrol impuls yang kuat, cenderung memiliki regulasi emosi yang tinggi dengan mencegah pemikiran sehingga dapat memberikan respon yang tepat pada permasalahan yang ada. Sedangkan individu dengan kontrol emosi yang rendah cenderung menerima keyakinan secara impulsif, yaitu suatu situasi sebagai kebenaran dan bertindak atas dasar hal tersebut. Kondisi ini seringkali menimbulkan konsekuensi negatif yang dapat menghambat resiliensi.
3. Optimism (Optimisme)
Optimisme menandakan bahwa adanya keyakinan bahwa kira mempunyai kemampuan untuk mengatasi ketidakberuntungan yang mungkin terjadi di masa depan. Individu yang resiliensi adalah individu yang optimis. Mereka yakin bahwa berbagai hal dapat berubah menjadi lebih baik. Mereka memiliki harapan terhadap masa depan dan percaya bahwa mereka dapat mengontrol arah kehidupannya. Optimisme yang ada pada individu akan mendorong individu untuk mampu menenukan solusi permasalahan dan terus bekerja keras demi kondisi yang lebih baik.
4. Causal Analysis (Analisis Kausal)
Analisis kausal merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk pada kemampuan individu untuk secara akurat mengidentifikasi penyebabpenyebab dari permasalahan mereka. Jika seseorang tidak mampu memperkirakan penyebab permasalahannya secara akurat, maka individu tersebut akan membuat kesalahan yang sama. Individu yang resilien tidak akan menyalahkan orang lain atas kesalahan yang mereka perbuat, melainkan mereka memegang kendali penuh pada pemecahan masalah, lalu perlahan mengatasi masalah, mengarahkan hidup, dan bangkit untuk meraih kesuksesan.
5. Empathy (Empati)
Empati menggambarkan kemampuan seseorang memabaca tanda dari kondisi psikologis dan emosional orang lain. Beberapa individu dapat menginterpretasikan perilaku nonverbal orang lain, serta mengetahui apa yang dipikirkan dan dirisaukan orang lain. Ketidakmampuan dalam hal ini akan berdampak pada kesuksesan dan menunjukkan perilaku nonresilien. Individu yang tidak resilien cenderung menyamaratakan semua keinginan dan emosi orang lain dan cenderung tidak memiliki hubungan sosial yang baik.
6. Self-Eficacy (Efikasi Diri)
Efikasi diri menggambarkan keyakinan seseorang bahwa ia dapat memecahkan masalah yang dialaminya dan keyakinan seseorang terhadap kemampuanya untuk mencapai kesuksesan. Dalam lingkungan kerja seseorang yang memiliki keyakinan terhadap dirinya untuk memecahkan masalah muncul sebagai pemimpin.
7. Reaching-Out
Reaching-out menggambarkan kemampuan seseorang untuk menemukan dan membentuk suatu hubungan dengan orang lain, untuk meminta dan memberi bantuan. Reaching out bagi beberapa orang merupakan bentuk kompromi individu dengan ketakutan atas keterbatasan kemampuan yang mereka miliki. Reaching-out yang dilakukan individu yang resilien akan memungkinkan individu untuk meningkatkan aspekaspek positif dalam kehidupan. Individu yang selalu meningkatkan aspek positifnya akan lebih mudah dalam mengatasi permasalahan hidup, serta berperan dalam meningkatkan kemampuan interpersonal dan pengendalian emosi.
Posting Komentar