Apa itu Disleksia? Permasalahan Anak dengan Gangguan Membaca (Dyslexia)
Apa itu Disleksia? Permasalahan Anak dengan Gangguan Membaca (Dyslexia) - Selamat menyambut tahun baru sebentar lagi untuk teman-teman universitaspsikologi.com yang berbahagia. Saat kali ini kita membahas tentang disleksia atau bahasa inggrisnya dyslexia. Ya benar, disleksia atau gangguan membaca ini cendrung dapat disadari sedari kecil yaitu usia menginjak anak. Lalu untuk memahami lebih dalam apa itu disleksia, mari kita ulas pada tulisan di bawah ini.
Pengertian Disleksia
Dalam buku Kamus Lengkap Psikologi (J.P. Chaplin, 2002 : 154), di katakan bahwa Disleksia adalah ketidak mampuan membaca, atau kerusakan pada fungsi membaca. Disleksia berasal dari bahasa Yunani, yakni dari kata “dys” yang berarti kesulitan, dan kata”lexis” yang berarti bahasa. Jadi disleksia secara harafiah berarti “kesulitan dalam berbahasa”.
Anak disleksia tidak hanya mengalami kesulitan dalam membaca, tapi juga dalam hal mengeja, menulis dan beberapa aspek bahasa yang lain. Kesulitan membaca pada anak disleksia ini tidak sebanding dengan tingkat intelegensi ataupun motivasi yang dimiliki untuk kemampuan membaca dengan lancar dan akurat, karena anak disleksia biasanya mempunyai level intelegensi yang normal bahkan sebagian diantaranya di atas normal.
Disleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis, dan ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat / akurat, dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengkode symbol. (Dewi, 2010). Definisi disleksia yang pertama dikeluarkan oleh World Federation of Neurology (1968; Abdullah, 2008). Menurut definisi itu, disleksia adalah “Suatu gangguan pada anak anak di mana, meski mereka melalui pengalaman kelas konvensional, gagal menguasai keterampilan bahasa seperti membaca, menulis dan mengeja yang sesuai dengan tingkat kemampuan intelektual mereka”.
Gangguan Membaca (Disleksia - Dyslexia) |
Baca juga: Apa itu Subjective Well Being?
Selanjutnya, Menurut Thomson (Abdullah, 2008) definisi tentang disleksia adalah sebagai suatu masalah kognitif. Selain itu, disleksia diketahui bukan saja mempengaruhi memori dan konsentrasi seorang anak, bahkan juga keterampilan manajemen diri dan sampai juga mempengaruhi kemampuan matematika. Selanjutnya menurut Mercer dan Smith (D Majzub dan Shafie Mohd, 2005) Ciri-ciri anak penyandang disleksia, mereka mempunyai masalah dalam membaca karena hal itu mereka selalu dimasukan ke sekolah luar biasa (SLB). Disleksia merupakan hambatan pada kemampuan membaca yang terjadi pada seseorang meskipun ia telah menerima pembelajaran yang normal.
Definisi yang lain dikemukakan oleh seorang Psikolog, Jovita Maria Ferliana, bahwa disleksia bisa juga dikatakan sebagai ketidak mampuan mengenal huruf dan suku kata dalam bentuk visual. Lebih lanjut lagi dapat dikatakan bahwa penderita disleksia sebenarnya mengalami kesulitan membedakan bunyi fonetik yang menyusun sebuah kata. Mereka mampu menangkap bunyi tersebut dengan indra pendengarnya, namun kesulitan ketika harus menuliskan pada selembar kertas, mereka mengalami kesulitan harus menuliskannya dengan huruf-huruf yang mana saja.
Beberapa ahli lain mendefinisikan disleksia sebagai suatu kondisi pemprosesan input/informasi yang berbeda (dari anak normal) yang seringkali ditandai dengan kesulitan dalam membaca, yang dapat mempengaruhi area kognisi seperti daya ingat, kecepatan pemprosesan input, kemampuan pengaturan waktu, aspek koordinasi dan pengendalian gerak. Dapat terjadi kesulitan visual dan fonologis, dan biasanya terdapat perbedaan kemampuan di berbagai aspek perkembangan.
Permasalahan Anak Disleksia
Secara lebih khusus, anak disleksia biasanya mengalami masalah-masalah berikut:
1. Masalah fonologi
Yang dimaksud masalah fonologi adalah hubungan sistematik antara huruf dan bunyi. Misalnya mereka mengalami kesulitan membedakan ”paku” dengan ”palu”; atau mereka keliru memahami kata kata yang mempunyai bunyi hampir sama, misalnya ”lima puluh” dengan ”lima belas”. Kesulitan ini tidak disebabkan masalah pendengaran namun berkaitan dengan proses pengolahan input di dalam otak.
2. Masalah mengingat perkataan
Kebanyakan anak disleksia mempunyai level intelegensi normal atau di atas normal namun mereka mempunyai kesulitan mengingat perkataan. Mereka mungkin sulit menyebutkan nama teman-temannya dan memilih untuk memanggilnya dengan istilah “temanku di sekolah” atau “temanku yang laki-laki itu”. Mereka mungkin dapat menjelaskan suatu cerita namun tidak dapat mengingat jawaban untuk pertanyaan yang sederhana.
3. Masalah penyusunan yang sistematis/sekuensial
Anak disleksia mengalami kesulitan menyusun sesuatu secara berurutan misalnya susunan bulan dalam setahun, hari dalam seminggu atau susunan huruf dan angka. Mereka sering ”lupa” susunan aktivitas yang sudah direncanakan sebelumnya, misalnya lupa apakah setelah pulang sekolah langsung pulang ke rumah atau langsung pergi ke tempat latihan sepak bola. Padahal orang tua sudah mengingatkannya bahkan mungkin sudah pula ditulis dalam agenda kegiatannya. Mereka juga mengalami kesulitan yang berhubungan dengan perkiraan terhadap waktu. Misalnya mereka mengalami kesulitan memahami instruksi seperti ini: ”Waktu yang disediakan untuk ulangan adalah 45 menit. Sekarang jam 8 pagi. Maka 15 menit sebelum waktu berakhir, Ibu Guru akan mengetuk meja satu kali”. Kadang kala mereka pun ”bingung” dengan perhitungan uang yang sederhana, misalnya mereka tidak yakin apakah uangnya cukup untuk membeli sepotong kue atau tidak.
4. Masalah ingatan jangka pendek
Anak disleksia mengalami kesulitan memahami instruksi yang panjang dalam satu waktu yang pendek. Misalnya ibu menyuruh anak untuk “Simpan tas di kamarmu di lantai atas, ganti pakaian, cuci kaki dan tangan, lalu turun ke bawah lagi untuk makan siang bersama ibu, tapi jangan lupa bawa serta buku PR matematikanya ya”, maka kemungkinan besar anak disleksia tidak melakukan seluruh instruksi tersebut dengan sempurna karena tidak mampu mengingat seluruh perkataan ibunya.
5. Masalah pemahaman sintaks
Anak disleksia sering mengalami kebingungan dalam memahami tata bahasa, terutama jika dalam waktu yang bersamaan mereka menggunakan dua atau lebih bahasa yang mempunyai tata bahasa yang berbeda. Anak disleksia mengalami masalah dengan bahasa keduanya apabila pengaturan tata bahasanya berbeda daripada bahasa pertama. Misalnya dalam bahasa Indonesia dikenal susunan Diterangkan–Menerangkan (contoh: tas merah), namun dalam bahasa Inggris dikenal susunan Diterangkan–Menerangkan (contoh: tas merah), namun dalam bahasa Inggris dikenal susunan Menerangkan-Diterangkan (contoh: red bag)
Sekian artikel Universitas Psikologi tentang Apa itu Disleksia? Permasalahan Anak dengan Gangguan Membaca (Dyslexia). Semoga bermanfaat.
Posting Komentar